Jumat, 15 November 2013

There will be a rainbow after the rain...


Kata siapa langit selalu cerah?. Malam ini hujan lagi. Sudah hampir dua minggu hujan terus mengguyur kota Semarang ini. Padahal, ketika awal-awal di sini aku pikir akan sangat sulit bertemu dengan hujan di kota panas ini. Yah, sebenarnya mana mungkin seperti itu ya. Di mana-mana, hujan pasti akan selalu turun meskipun keadaan yang gersang sekalipun. Begitu juga dengan kehidupan, jika ada hari yang cerah pasti suatu ketika hujan juga akan datang. Jika ada hari-hari yang mendung, pasti kelak akan ada pelangi dan hari yang cerah. So, this is life! :)

Sudah tiga bulan aku merantau ke kota ini, melanjutkan studi S2 di Magister Ilmu Komunikasi, Undip. Lagi-lagi terpisah dengan orang tua. Namun, kali ini agaknya lebih berat dari perantauan sebelumnya. Selain jaraknya yang lebih jauh, perantauan kali ini diiringi oleh beban berat meninggalkan ibunda seorang diri di rumah. Yah, aku harus merantau setelah sebulan ayah meninggal. Bisa kebayang kan, bagaimana perasaan yang campur aduk itu? Kali ini aku merantau dengan beban pikiran yang jauh ke kota kelahiran saya di sana.

Setelah ayah meninggal pada 2 Juli 2013, memang kondisinya tidak akan sama lagi seperti dulu. Kepergian ayah, hingga saat ini pun masih sangat sulit aku bayangkan. Terlalu mendadak. Bahkan tidak terduga-duga. Ayah, sejak Maret 2013 divonis mengidap kanker hati stadium IV. Dan itu sungguh berita yang sangat mengejutkan bagi kami sekeluarga (aku tidak menyangka, kalau ayah ternyata sudah mengidap penyakit itu selama 10 tahun terakhir). Berita mengenai penyakit yang diderita beliau itu beriringan dengan jadwal pensiunan yang diterimanya. Seakan-akan memang menjadi pertanda baginya untuk 'harus' benar-benar istirahat total dari aktifitas beratnya selama ini. Hingga tepat pada umur 56 tahun, ayah pun meninggalkan kami semua. Setelah tiga bulan keluar masuk rumah sakit. Setelah sebulan penuh tergeletak tidak berdaya di kasur rumah sakit. Beliau pun meninggalkan kami dengan sangat tenang. Masih terbayang dengan sangat jelas bagaimana senyum di wajahnya setelah hembusan nafas terakhir, bahkan wajah ayah pun seketika terlihat sangat sehat atau berisi. Berbeda sekali ketika beliau sakit, yang sangat kurus kering, hanya tulang terbungkus dengan kulit (.......)

Setiap yang bernyawa pasti akan segera menemui ajalnya. Ya, seperti itulah yang diperingatkan oleh Rabb dalam Alquran. Ayahku, telah menemukan kehidupannya yang sesungguhnya. Beliau telah dipanggil terlebih dahulu oleh Rabb, dan kita pasti akan segera menyusulnya kelak. Hanya saja, kehilangan seseorang yang sangat kita cintai dan telah sedari kecil menjadi penopang hidup kita bukan lah sesuatu yang mudah untuk dilewati kan? Kehilangan itu pasti selalu terasa berat, terasa sulit, terasa sangat menyedihkan, dan seakan-akan seperti sebuah mimpi yang tidak nyata. Hanya dengan memiliki hati yang lapang dan sabar, kita akan mampu melewati itu semua. Bahkan, untuk menempuh jalan yang sulit ke depannya. Bukankah kita harus tetap kuat? Agar mampu menapaki jalan hidup ini. Sungguh, berlarut-larut dalam kesedihan itu sangat membuat kita menjadi tidak berarti. Meskipun untuk keluar dari kesedihan tersebut, sangat lah sulit. C'mon girl, life still go on...:')

Ayah dan Ibu (Abu ngon Mak)

"Faiinna ma'al 'usri yusra", selalu akan ada kemudahan setelah kesulitan. Itu yang terus diucapkan oleh ayahku menjelang kepergiannya. Dan kata-kata itu pun yang saat ini menjadi motivasiku. Di tengah-tengah kondisi yang teramat sulit seperti saat ini. "Ayah ingin anak-anak ayah sukses pendidikannya seperti anak-anak lain", itu pesan beliau dua hari sebelum beliau meninggal. Beliau berbesar hati mengatakan hal tersebut di tengah rasa sakitnya, karena mengingat abangku yang belum bisa kembali dari Jerman yang sedang ujian ( dan beliau mengatakan hal tersebut sembari terus memanggil nama abangku...). Dan semenjak hari itu pula aku membulatkan tekad, sesulit apapun jalan ke depan nantinya, aku harus tetap melanjutkan program magisterku (yang sudah terlanjur lulus) demi memenuhi amanat ayahku. Yah, dan itu dengan resiko harus meninggalkan ibu sendirian di rumah. Bersama sepupuku yang masih SMP.

Aku memiliki tiga saudara. Abangku sedang mengambil program master Teknik Lingkungan di Jerman, adik perempuanku saat ini sedang kuliah semester akhir di IAIN, dan adikku yang paling bungsu ketika ayahku sakit sedang sibuk-sibuknya mengurus ujian masuk ke universitas, alhamdulillah lulus di Teknik Informatika Unsyiah. Aku sendiri ketika itu juga sedang sibuk dengan urusan studi lanjutan ke Undip (dan harus pasrah antara berhasil lanjut atau tidak, karena kondisi kesehatan ayah yang semakin memburuk). Benar-benar kondisi yang amat sangat membingungkan dan dilematis ketika itu. Anak-anak ayah dan mamak, belum ada yang mandiri. Belum ada yang bekerja, apalagi menikah. :(


Hidup ini memang diisi dengan pilihan-pilihan. Dan setiap pilihan, pasti punya konsekuensinya. Aku memilih melanjutkan studi S2 ku ke Semarang, setelah berperang dengan pikiran-pikiran yang rumit dan sangat dilematis. Secara finansial, memang aku sudah sangat banyak menghabiskan uang ibuku selama beberapa bulan di Semarang ini. Dana dari program beasiswa yang aku ikuti belum cair, katanya harus menunggu hingga Desember ini. Sebenarnya, ada perasaan tidak enak masih tergantung pada ibuku, karena beliau tidak hanya mengurusiku, tapi juga dua orang adik-adikku yang masih S1. Rabb, semoga saja pilihanku untuk melanjutkan studi ini tidak mengecewakan beliau. Huft......


Kamu tau? Banyak teman-teman yang menganggap aku begitu beruntung karena bisa melanjutkan S2 dengan beasiswa. Bagi mereka, (mungkin) itu terlihat sangat mudah didapatkan dan menyenangkan. Haha! Padahal tidak. Sungguh tidak. Menurutku, tidak ada yang bisa didapatkan dengan sangat mudah tanpa ada proses dan berusaha. Namun, kebanyakan orang melupakan proses tersebut, dan hanya melihat hasil yang didapatkannya saja. Owh, tidak bisa seperti itu!

Ini bukan berarti aku mengeluh terhadap apa yang sudah aku jalani dan aku alami. Aku hanya ingin menegaskan, bahwa usaha dan jerih payah itu penting jika ingin mendapatkan hasil yang memuaskan. Lupakan dulu hasil yang ingin dicapai, dan fokus pada proses. Hasil itu dijadikan target, dan dengan proses lah kita akan mencapainya. Aku pribadi, jauh-jauh hari telah berusaha mencari segala informasi mengenai beasiswa S2 di dalam negeri, bahkan sempat pasrah karena tak kunjung menemukan beasiswa yang tepat. Ditambah ayah yang sakit-sakitan, perjodohan mendadak yang tidak aku inginkan, dan terakhir ayah meninggal setelah mendapat informasi bahwa aku telah lulus di universitas tujuan. Nah, cukup membuat galaukan?

Saat ini, aku masih sangat bersyukur terhadap apa yang telah aku dapatkan. Namun kekhawatiran-kekhawatiran terhadap hari esok memang masih sering muncul di pikiran. Dan memang itu cukup mengganggu. Dan biasanya pikiran-pikiran seperti itu datang ketika menjelang tidur malam hari, sehingga akhir-akhir ini kerisauan tersebut menyebabkan penyakit insomnia yang sulit dihilangkan.

Kamu tau? Semenjak ayah sakit dan meninggal, aku jadi takut merantau dan jauh dari ibu ku. Merantau seperti ini sungguh sangat tidak menyenangkan, walaupun itu untuk masa depan dan ibu telah mengizinkannya. Aku hanya punya ibuku, dan beliau pun sudah sangat tua juga mulai sakit-sakitan. Saat ini, beban pikirannya di sana jauh lebih berat daripada anak-anaknya. Beliau harus menanggung itu semua sendirian, menunggu anak-anaknya selesai menjalani pendidikan. Dan kekhawatiranku adalah, aku tidak ingin karena jarakku yang jauh darinya membuatku tidak bisa mengurusinya dengan baik di hari tuanya ini. Aku ingin beliau bahagia di hari tuanya. Aku tidak ingin, kejadian yang dialami oleh ayah dialami kembali oleh ibuku. Jauh dari anak-anaknya, bahkan belum sempat melihat anak-anaknya sukses dan membalas budinya.

"Allahummaghfrlii, waliwalidayya, warham humaa kamaa rabbayani shaghirah. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'afihi wa'fu'anhu. Amin."

4 komentar:

  1. Semangat Put :)
    La yukallifullahu nafsan illa wus'aha..

    BalasHapus
  2. Udahlah Put, Ikhlasin aja yaa, jgn bersedih lagi. aku tidak mau lihat kamu menangis. Kalo aku di sana akan aku pinjamkan bahuku untuk menyandarkannya... aku tahu kamu di sana sendiri jauh dari pada keluarga. Namun berdoalah dan salat Istiqarah, minta petunjuknya supaya bisa memaluinya.. Aku berharap, aku bisa menemuimu segera dan ikut merasakan apa yg kamu rasakan.. :)

    BalasHapus