Suatu hari, saya bersama teman-teman dan kakak kelas di kampus mengunjungi salah satu objek wisata yang ada di Jawa Tengah, Dieng Plateau namanya. Objek wisata ini sudah lumayan terkenal di sini, banyak orang baik para wisatawan luar kota, para mahasiswa, atau bahkan keluarga yang menghabiskan waktu ke sini untuk berlibur. Dieng ini merupakan salah satu daerah dataran tinggi di Jawa yang cuacanya sangat sejuk, dan menjadi salah satu desa tertinggi di pulau ini. Cukup seharian saja jika ingin berlibur hemat ke sana tanpa harus menginap, meskipun agak lumayan melelahkan.
Ada apa saja ya di sana? Wah, lumayan banyak tempat yang bisa dikunjungi. Ada Puncak Sikunir, Lembah Sikidang, Dieng Plateu Theater, dan Telaga Tiga Warna. Jarak antara Kota Semarang dan Dieng Plateu tersebut hanyar berkisar 4 jam. Ketika itu, kami berangkat dari Semarang menuju Dieng pada pukul 22.30 malam dan tiba pukul 03.00 dini hari. Alasannya adalah agar kami dapat tiba di sana tepat sebelum matahari terbit.
Tidak afdal jika kita berlibur ke Dieng tanpa melihat matahari terbit dari atas Puncak Sikunir. Puncak Sikunir adalah spot yang sangat baik untuk melihat matahari terbit, dan untuk mencapai puncaknya tersebut kami harus mendaki lebih kurang selama setengah jam. Tidak terlalu jauh, namun lumayan melelahkan bagi yang tidak terbiasa mendaki. Apalagi ketika itu saya hanya bersama beberapa teman wanita dan harus mendaki dalam suasana yang becek karena hujan, jalannya sedikit terjal meskipun track-nya sudah ditata dengan bebatuan. Wah, luar biasa.
Bagi yang tidak tahan dengan cuaca dingin, jalan-jalan ke Dieng terlebih lagi ketika mendaki Puncak Sikunir ini, sebaiknya menggunakan dua jaket tebal, kaus kaki tebal, syal, sarung tangan, juga topi rajut. Cuaca menjelang subuh memang sangat dingin hingga menusuk tulang. Apalagi pada bulan-bulan tertentu, embun saja bisa membeku. Kebayangkan bagaimana dinginnya? Dan bagi yang belum pernah ke daerah ini, jangan sesekali memakai sendal jepit (seperti saya), karena akan menyusahkan ketika mendaki dan turun dari sana apalagi suasananya sangat dingin. Itu nekat namanya. Haha :))
Setelah menikmati matahari terbit, pukul 06.30 pagi kami beranjak turun, sarapan, lalu menuju Dieng Plateu Theater untuk menikmati sejarah kawasan Dieng ini. Gila, kabutnya tebal bener ketika itu. Seperti ada kebakaran hutan saja, sumpah saya takjub (halah, lebay!). Dari sana, kami menuju ke Lembah Sikidang yang hanya berjarak beberapa menit. Lembah Sikidang ini adalah objek wisata belerang, dan saya tidak terlalu tertarik. Yang bisa dilihat di sini hanya belerang dan baunya sangat menyengat. Sangat berbahaya jika kita ke sana dengan tanpa masker. Saya sendiri hanya menunggu teman-teman yang lain di mobil, karena saluran pernafasan saya tidak sanggup menerima aroma belerang yang menyengat tersebut.
Di perjalanan menuju Telaga Tiga Warna, sekilas saya dapat melihat bahwa kehidupan masyarakat di desa ini begitu tentram. Kebanyakan dari mereka berkebun, dengan komoditas utamanya sayur-sayuran dan buah-buahan. Memang, suasana yang dingin seperti di sini lebih cocok untuk berkebun. Bedanya dengan di Bandung, di sana kebanyakan yang ditemukan adalah kebun teh dan strawberry.
Di perjalanan menuju Telaga Tiga Warna, sekilas saya dapat melihat bahwa kehidupan masyarakat di desa ini begitu tentram. Kebanyakan dari mereka berkebun, dengan komoditas utamanya sayur-sayuran dan buah-buahan. Memang, suasana yang dingin seperti di sini lebih cocok untuk berkebun. Bedanya dengan di Bandung, di sana kebanyakan yang ditemukan adalah kebun teh dan strawberry.
Dari sana, kami menuju Telaga Tiga Warna. Sebenarnya, kawasan ini menarik. Ada banyak hal yang bisa dilihat, seperti telaga tiga warna, flying fox, juga terdapat sisa-sisa peninggalan sejarah dari kerajaan Majapahit. Namun, kawasan ini menurut saya kurang mendapatkan perawatan yang memadai. Jadi tempatnya bagus untuk befoto, namun agak membosankan. Saya sih, cuma menikmati flying fox. Cuma 20.000! Kalau di Aceh lumayan mahal soalnya. Ngahaha...
Sebenarnya, agak menyenangkan jika berlibur ke sana dengan waktu yang longgar, alias tidak seharian. Karena itu cukup melelahkan! Namun, ketika itu saya dan teman-teman tidak memiliki banyak waktu luang, dan harus mencuri-curi waktu di tengah-tengah banyaknya tugas kuliah dan jadwal kuliah yang begitu padat. Belum lagi, pada saat itu timing nya tidak begitu pas. Hari itu adalah hari libur, jadi terlalu banyak para pengunjung di Puncak Sikunir, sehingga puncak sangat penuh seperti sedang ada pameran. Jadi kesannya sangat konyol karena desak-desakan, bahkan untuk dudk saja susah...luar biasa. Hingga saya tidak bisa terlalu menikmati matahari terbit. Ckck. :(
Sebenarnya, agak menyenangkan jika berlibur ke sana dengan waktu yang longgar, alias tidak seharian. Karena itu cukup melelahkan! Namun, ketika itu saya dan teman-teman tidak memiliki banyak waktu luang, dan harus mencuri-curi waktu di tengah-tengah banyaknya tugas kuliah dan jadwal kuliah yang begitu padat. Belum lagi, pada saat itu timing nya tidak begitu pas. Hari itu adalah hari libur, jadi terlalu banyak para pengunjung di Puncak Sikunir, sehingga puncak sangat penuh seperti sedang ada pameran. Jadi kesannya sangat konyol karena desak-desakan, bahkan untuk dudk saja susah...luar biasa. Hingga saya tidak bisa terlalu menikmati matahari terbit. Ckck. :(
Wow ... jadi mupeng lihat gambar gambarnya,pengen ke sana lagi :)
BalasHapusBisa kirim cerita berbagai kategori? ... Airsoft Gun Murah
BalasHapus