Selasa, 24 Desember 2013

Tidak ada komentar:
SELAMA tiga minggu terakhir, di tengah-tengah kesibukan kuliah saya menyempatkan diri untuk menonton beberapa film Indonesia yang baru-baru ini ditayangkan. Saya menontonnya bersama teman-teman kuliah di salah satu bioskop dekat tempat tinggal saya di Semarang. Menurut saya, dunia perfilman Indonesia sudah mulai menunjukkan "geliat" eksistensinya selama dua sampai setahun terakhir ini. Beberapa film yang saya tonton tersebut, tidak mengecewakan. Bahkan cukup mengesankan, jika melihat sebelumnya masih begitu banyak film Indonesia yang dari segi content dan alur ceritanya terkesan kurang berbobot. Sebagai seorang penikmat film yang awam, saya pribadi cukup puas dengan hasil karya sutradara-sutradara Indonesia ini.

Ada tiga film yang sudah saya tonton dalam tiga minggu ini, yaitu 99 Cahaya Di langit Eropa, Soekarno, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Hmm, benar-benar recommended buat ditonton. Artisnya cantik dan tampan-tampan, akting mereka pun luar biasa. Hehe.
Baiklah, di sini saya ingin sedikit berbagi cerita mengenai tiga film tersebut dari sudut pandang saya sebagai seorang penikmat film. :)

PERTAMA, "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck". Di antara tiga film yang saya tonton itu, yang paling saya sukai adalah film ini. Film ini mulai ditayangkan di bioskop-bioskop Indonesia sejak 19 Desember 2013 lalu. Film ini diproduksi oleh PT Soraya Intercine Films, dengan sutradara Sunil Soraya dan diproduseri oleh Ram Soraya. Film ini diangkat dari novel masyhur karya Haji Abdul Malik Karim Amarullah (Buya HAMKA), dengan latar keindahan nusantara Indonesia pada tahun 1930.

Dengan dibintangi oleh artis-artis sekaliber Reza Rahardian, Herjunot Ali, dan Pevita Pearce, sukses membuat film ini benar-benar terlihat "hidup" dan menyentuh. Artis-artis berbakat tersebut dalam sekejap mampu menghipnotis penonton dengan akting mereka yang sangat terlihat natural. Saya sendiri salut dengan teknik akting mereka yang sangat profesional dan benar-benar menghayati perannya.

Sinopsis Film :

Cerita ini berawal dengan kedatangan Zainuddin (Herjunot Ali) ke Batipuh, Padang Panjang, untuk mengunjungi tanah kelahiran ayahnya juga untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara dan belajar ilmu agama. Di sini, Zainuddin merupakan seorang anak yatim piatu, yang dianggap tidak beradat, miskin dan tidak berbangsa oleh suku Minangkabau. Masyarakat Batipuh itu masih sangat memegang kuat adat istiadat leluhurnya, yang sangat mementingkan kesukuan sehingga Zainuddin dikucilkan. Zainuddin ketika itu jatuh cinta pada pandangan pertama pada Hayati (Pevita Pearce) yang juga seorang yatim piatu, namun keturunan bangsawan. Perasaan Zainuddin pada Hayati ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, Hayati juga mencintai Zainuddin sedalam perasaan yang dimiliki Zainuddin kepadanya. Namun apa daya, hubungan mereka ditentang oleh sukunya. Hayati dianggap tidak layak dengan seorang Zainuddin yang tidak jelas asal usulnya. Dan Zainuddin terpaksa keluar dari Batipuh, pindah ke Padang Panjang.

"Saya bersumpah, akan selalu menunggu Eungkuh Zainuddin, mencintaimu. Setahun, bahkan hingga sepuluh tahun pun. Jiwa dan hati ini akan selalu suci...." -- Hayati.
Sebelum Zainuddin pergi, Hayati bersumpah padanya bahwa dia akan selalu setia menunggunya dan akan selalu mencintainya. Namun janji Hayati tersebut terpaksa diingkarinya karena ia dilamar oleh Aziz (Reza Rahardian) yang seorang kaya dan berbangsa tanpa bisa ia tolak. Adat bangsanya telah membuat Hayati tidak bisa memilih Zainuddin. Hayati lebih menghormati keputusan yang dipilih oleh sanak saudara dan masyarakatnya. Zainuddin merasa sangat kecewa dan patah hati dengan sikap Hayati kepadanya. Sehingga selama beberapa waktu Zainuddin sakit, tergeletak tidak berdaya di kamarnya.

Namun berkat sahabatnya, Zainuddin sadar bahwa dia harus segera bangkit dan tidak larut dalam kesedihan karena cinta. Akhirnya Zainuddin dan sahabatnya memutuskan untuk merantau ke Batavia, ingin merubah nasib. Dengan modal kepintarannya menulis sajak dan sastra, Zainuddin berubah menjadi seorang penulis ternama. Karyanya tersohor di mana-mana. Sehingga Zainuddin dipercayakan untuk mengelola bisnis penerbitan di Surabaya, dan menjadi seorang yang kaya raya dan budiman.

Di sisi lain, Hayati hidup bersama Azis yang sangat senang menghambur-hamburkan uang dan bermain perempuan. Suatu ketika, Azis bangkrut. Dan mereka pindah ke Surabaya.
Di sana lah, Hayati bertemu kembali dengan Zainuddin dalam sebuah pertunjukan opera yang diselenggarakan oleh Zainuddin. Pertemuan yang sangat tidak terduga dan mengejutkan, dengan segala perubahan pada Zainuddin dan ketenarannya.

Azis yang ketika itu telah bangkrut dan dikejar-kejar oleh penagih hutang, akhirnya meminta tolong Zainuddin agar ia dan Hayati diizinkan tinggal di rumahnya. Dan Zainuddin dengan hati yang lapang dan tulus melayani mereka dengan baik, sebagai seorang sahabat. Padahal, di balik itu Zainuddin sangat merasa menderita. Karena sebenarnya jauh di lubuk hatinya, ia masih sangat mencintai Hayati.

Azis yang merasa bersalah dan menyesal terhadap perbuatannya terhadap Zainuddin selama ini, memutuskan untuk meninggalkan Hayati di kediaman Zainuddin dengan alasan ingin merubah nasib. Dia meminta Zainuddin untuk menjaganya baik-baik. Lalu, Azis tiba-tiba menceraikan Hayati dan bunuh diri. Untuk membalas perbuatannya terhadap Zainuddin, dan memberikannya kesempatan untuk memiliki Hayati kembali.

Hayati yang telah sadar bahwa Zainuddin masih sangat mencintainya, menemui Zainuddin dan meminta maaf. Dia berkata, bahwa selama ini pun dia juga masih sangat mencintainya dan sangat terluka. Namun, Zainuddin yang memiliki prinsip keras menolak untuk menerima Hayati kembali meski harus membohongi perasaannya, ia hanya menganggap Hayati sebagai seorang sahabat dan janda dari sahabatnya. Zainuddin memutuskan untuk memulangkannya ke tanah Padang. Hayati disuruh untuk bergegas kembali ke Padang dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck yang berangkat esok hari.
"Begitulah perempuan, ia hanya ingat akan luka yang diterimanya meskipun sedikit. Dan lupa pada luka-luka yang telah diberikannya...." -- Zainuddin.
Cerita ini berakhir tragis, ketika ternyata kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam. Zainuddin yang pada saat itu telah membaca surat yang dititipkan Hayati untuknya, menyesali keputusannya membiarkan Hayati pulang ke Padang. Zainuddin tergesa-gesa hendak menyusul Hayati, namun langkahnya terhenti ketika melihat berita di surat kabar bahwa kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam.

Zainuddin berlari panik di rumah sakit yang menampung korban-korban, ia dan sahabatnya mencari Hayati. Dan mereka menemukan Hayati di salah satu bangsal, di antara korban-korban lainnya dalam kondisi yang sangat kritis.
Hayati pun meninggal. Dan Zainuddin kembali kehilangan Hayati, bukan karena perjodohan, namun karena mautlah yang memisahkan mereka.

Setelah kepergian Hayati, Zainuddin kembali menuliskan buku tentang kisah mereka dan mendirikan yayasan Panti Asuhan "Hayati". Namun, Zainuddin kali ini hidup berbahagia. Ia tidak ingin larut dalam kesedihannya atas kehilangan Hayati. Karena baginya, Hayati selalu ada. Cinta Hayati dan cintanya kepada Hayati, selalu membuatnya terasa ada.

Kelebihan :
 
Dari segi alur, sejak awal cerita film ini sudah berhasil mengaduk-aduk dan membawa emosi saya. Bahkan hingga akhir cerita pun, film ini sangat sarat konflik dan benar-benar menyentuh. Konflik yang muncul stabil, karena setiap scene selalu saja dipenuhi oleh emosi dari pemainnya. Novel Buya Hamka ini mampu divisualisasikan dengan baik oleh Sunil. Penggambaran adat istiadat Minangkabau ditunjukkan dengan sangat jelas, suasana masa lalu yang menjadi latar film tersebut pun sangat bagus. Saya sendiri merasakan seperti seakan-akan benar-benar berada di Minangkabau pada tahun 1930-an silam.

Akting dari pemain-pemain film ini pun sangat bagus. Herjonot Ali mampu mendalami perannya sebagai seorang Zainuddin yang mencintai sastra dan menulis, dan berkarakter lugu. Dan adegan ketika dia patah hati, juga kepiluan hatinya karena cinta yang tidak tersampaikan diperankannya dengan sangat baik. Terlebih lagi ketika Hayati meninggal, Herjunot benar-benar menumpahkan segala emosinya seperti kehilangan kekasih yang teramat dicintainya. Natural dan sangat totalitas.

Sedangkan Reza Rahardian yang memerankan sebagai Azis, benar-benar sangat memukau. Aktingnya mampu membius penonton untuk terdiam seketika, dan hanyut dalam aktingnya. Menurut saya, dalam film ini Reza lah yang terbaik memerankan perannya. Sebagai seorang konglomerat yang memiliki sikap kebarat-baratan, Reza berhasil menirukan gaya khas konglomerat pribumi dengan segala kenakalannya. Sudah tidak mengherankan lagi, jika seorang Reza Rahardian pintar menirukan logat peran hampir sesuai dengan aslinya.

Pevita Pearce pun begitu.


Sabtu, 07 Desember 2013

Petualangan di Negeri "Upin Ipin"

7 komentar:
KALI PERTAMA saya ke Kuala Lumpur, Malaysia, itu adalah modal "nekat". Tanpa ditemani oleh seseorang yang sudah mengenal kota tersebut, atau setidaknya pernah ke sana, saya berinisiatif untuk tetap ke sana demi memuaskan jiwa "petualang" saya dan memanfaatkan kesempatan yang memang sudah ada di depan mata. Tepatnya di bulan Maret 2013, saya bersama paman berangkat menuju Kuala Lumpur dari Pulau Penang dengan menggunakan bus di terminal Sungai Nibong. Saat itu kami memilih keberangkatan pukul 01.00 dini hari. Busnya benar-benar menarik, luas, dan nyaman. Berbeda dengan kebanyakan bus yang ada di Aceh. Harga tiketnya ketika itu adalah RM 35 atau sekitar 105.000 Rupiah.

Perjalanan dari Penang ke Kuala Lumpur menghabiskan waktu sekitar 5 jam. Saya dan paman ketika itu hanya punya waktu seharian di sana, alias harus pulang-balik Penang - Kuala Lumpur - Penang. Itu karena ayah dan ibu saya menunggu kami di Penang, dan tidak bisa ikutan karena kondisi kesehatan Ayah yang tidak baik. Bisa dibayangkan kan, bagaimana perjalanan pertama kalinya ke Kuala Lumpur dengan waktu yang hanya singkat sekali itu? Benar-benar nekat pokoknya.

Kamis, 28 November 2013

Selama Mereka (Orang Tua) Masih Bersamamu

Tidak ada komentar:
Ketika Berkunjung ke Meuseum Tsunami (2010)
Kamu tau? Perasaan menyesal setelah kehilangan seseorang yang kamu sayangi dan cintai, ketika ternyata ada banyak hal yang tidak mampu kamu berikan kepadanya dengan tulus. Ternyata benar-benar memilukan. Apalagi, jika hal-hal tersebut baru kamu sadari setelah dia tiada. Suatu keterlambatan yang sangat terlambat.

Tahun 2013 ini, sepertinya menjadi "tahun terparah" untuk penyakit insomniaku.  Jujur, saat ini aku mengalami kesulitan untuk mengatur jadwal tidur malamku. Menjelang waktu tidur, meskipun sudah berkali-kali menguap, namun tetap saja tak kunjung terlelap. Paling cepat ya pukul 12 malam, tapi kalau mata tidak bersahabat ya sering kali pukul 3 dini hari baru bisa terlelap. Dan itu pun tidak terlalu nyenyak.

Insomnia ini bermula semenjak Maret 2013, ketika mengetahui bahwa ayahku mengidap kanker hati stadium IV setelah check up di Penang. Setiap malam, aku selalu dibayang-bayangi oleh kekhawatiran dan mimpi-mimpi buruk tentang ayahku. Aku takut tidur, takut jika aku terbangun maka mimpi burukku itu akan berubah menjadi nyata. Bahwa aku akan kehilangan ayahku.

Rabu, 27 November 2013

Rindu, Gengsi, dan Bisu

Tidak ada komentar:
KATA Falafu sih, diam dan tak saling menyapa itu bukan berarti tidak memikirkan. Bisa saja, karena terlalu menahan rindu, lantas menjadi bisu.
Percaya ga percaya, hal seperti ini biasa terjadi. Entah karena terlalu malu untuk memulai, atau justru terlalu segan, sehingga pada akhirnya menindas perasaan rindu itu sendiri. Ah, manusia!

Gengsi atau ogah-ogahan memulai, pada akhirnya justru tidak memberikan hasil yang baik. Toh, ujung-ujungnya yang menyesal juga siapa? Ya manusia yang merindu itu.
Zaman sekarang, mau rindu-rinduan sama siapa saja sebenarnya sudah sangat mudah. Banyak media yang bisa jadi penghubung untuk menghilangkan rasa rindu. Kalau ga mau telponan (alasan malu atau ga ada bahan bicara) ya bisa sms-an. Apalagi, media komunikasi saat ini sudah ada BBM-an lah, Whatsap-an lah, Line, Wechat, Twitter, Facebook, wa sahibatuha lah pokoknya. Lantas, apanya yang susah? Ya komunikasinya.

Memang, kalau sudah menyangkut permasalahan perasaan, agak ribet jadinya. Mikir terlalu muluk-muluk sih, banyak sekali pertimbangannya. Takut dianya ga ngerespon lah, takut ngeganggu waktunya lah, atau apalah alasan yang dibuat-buat lainnya. Padahal, tinggal bilang "Hai, kamu apa kabar?" terus send!. Gitu saja kok repot!. Huft (Ngatain gini sih memang mudah, tapi susah dijalaninya. Haha)

Penjual Sate Keliling

Tidak ada komentar:

Sa....teeeeee......eeee....eeee!
Nah, kalau sudah terdengar bunyi seperti itu, biasanya saya dan teman sekosan langsung sigap memanggil bapak penjual sate keliling yang satu itu. Selama di sini, bapak tersebut masih menjadi satu-satunya penjual sate favorit kami. Rasanya lumayan enak, dan porsinya pun banyak.
Tapi sayangnya, kami sering di PHP-in sama bapak yang satu ini. Duh ~

Ternyata, yang PHP itu ga cuma gebetan atau calon pasangan doang. Bapak penjual sate pun, bisa begitu. Yah, kok bisa? Ya bisa dong, namanya juga manusia. Hehe...
Karena jadi satu-satunya penjual sate keliling yang melewati kos-kosan kami, kami jadi mengharap lebih kepada bapak sate yang satu ini. Kata si bapak, beliau sering lewat di daerah sekitar kos-kosan kami. Tapi ntah mengapa, kalau giliran ditungguin saja itu bapak ga lewat-lewat di depan kosan. Pas gak ditungguin, atau kami udah pasrah lantas keluar kosan dan mencari makanan lain, eh tiba-tiba bapak sate lewat gitu saja. Gimana ga PHP coba! Hahaha.

Senin, 25 November 2013

"Waktu" Akan Berlalu Tanpa Menunggu

Tidak ada komentar:
The Persistence ofe Memory, Salvador Dali
KALAU ada hal yang terpenting dalam kehidupan ini selain bagaimana kita mengisinya dengan cinta, itu adalah waktu. Tuhan bisa berbeda-beda memberikan rezeki kepada manusia, kecantikan beragam-ragam, kepandaian pun banyak tingkatnya, begitu pula dengan kekayaan yang berbeda-beda takarannya. cuma satu yang diberi sama, yaitu waktu. Baik ia kaya ataupun miskin, terpandang atau hina, tampan atau buruk rupa, waktunya tetap diberikan sama. Itulah keadilan Tuhan.

Dalam waktu sama yang diberikan oleh Tuhan, manusia bisa memilih dan mempergunakannya sekehendak hatinya. Kalau kata orang bisnis, yang terpenting adalah uang dan waktu, Kata orang bijak, waktu adalah uang. Kalau dalam agama, pergunakanlah waktumu dengan baik, sebelum tiba hari-hari yang malang. Dan kata sebagian orang, aku ingin melakukan ini untuk membunuh waktu, Kata sebagian lainnya, waktuku tak cukup banyak untuk melakukan semua. Tapi yang jelas, bagaimanapun kita, siapa pun kita, apapun yang kita lakukan, waktu akan berlalu tanpa mau menunggu.

Banyak yang menyesali dengan waktu yang telah berlalu. Namun, penyesalan itu memang selalu terlambat hadirnya. Waktumu, tergantung pada bagaimana kamu menggunakannya. Dan jangan biarkan waktu itu memberikan penyesalan kelak. Karena waktu, tidak akan pernah kembali, kecuali  kenangan-kenangan.

--- Agnes Jessica, Sepatu Kaca.

Kamis, 21 November 2013

When You "Walk"

Tidak ada komentar:
Tidak punya motor di perantauan, lantas harus berjalan kaki, sendirian. Sebenarnya menyenangkan juga. Yah, tidak terlalu buruk lah.
Ada banyak hal yang bisa kita temukan saat kita berjalan kaki, yang kadang tidak terlalu kita perhatikan jika mengendarai kendaraan. Selama beberapa bulan saya di Semarang, entah sudah berapa kali saya harus keluar berjalan kaki sendirian. Dan saya menikmatinya. (Ngeles cerdas bagi yg single ^^)

Ini memasuki bulan ketiga saya berada di Semarang. Di sini, saya tinggal di kos-kosan yang dekat dengan kampus Pascasarjana Undip, Pleburan. Kira-kira jaraknya sekitar 10 menitan berjalan kaki. Suasana di sini? Berbeda sekali dengan di Aceh. Baik dari segi tempat tinggal, masyarakat, makanan, bahkan para pedagang kaki lima. Menurutku, Aceh tetap yang terbaik. Surely! :)

Jumat, 15 November 2013

There will be a rainbow after the rain...

4 komentar:

Kata siapa langit selalu cerah?. Malam ini hujan lagi. Sudah hampir dua minggu hujan terus mengguyur kota Semarang ini. Padahal, ketika awal-awal di sini aku pikir akan sangat sulit bertemu dengan hujan di kota panas ini. Yah, sebenarnya mana mungkin seperti itu ya. Di mana-mana, hujan pasti akan selalu turun meskipun keadaan yang gersang sekalipun. Begitu juga dengan kehidupan, jika ada hari yang cerah pasti suatu ketika hujan juga akan datang. Jika ada hari-hari yang mendung, pasti kelak akan ada pelangi dan hari yang cerah. So, this is life! :)

Sudah tiga bulan aku merantau ke kota ini, melanjutkan studi S2 di Magister Ilmu Komunikasi, Undip. Lagi-lagi terpisah dengan orang tua. Namun, kali ini agaknya lebih berat dari perantauan sebelumnya. Selain jaraknya yang lebih jauh, perantauan kali ini diiringi oleh beban berat meninggalkan ibunda seorang diri di rumah. Yah, aku harus merantau setelah sebulan ayah meninggal. Bisa kebayang kan, bagaimana perasaan yang campur aduk itu? Kali ini aku merantau dengan beban pikiran yang jauh ke kota kelahiran saya di sana.

Selasa, 11 Juni 2013

Lekas Sehat, Abu.

2 komentar:
Hari ini, Abu dipindahkan ke RSU Ujung Fatihah di Nagan Raya. Di sini Abu akan di endoskopi. Kata dokter yang merawat Abu, perut beliau akan dimasukkan selang (endoskop) agar cairan yang ada di perut Abu dapat disedot, dan lambung atau usus Abu diikat. Ntahlah, ntah apa yang akan diperbuat oleh dokter. Aku pun tidak terlalu mengerti.

Memang sudah beberapa bulan ini abu divonis mengidap sirosi hati yang sudah meningkat ke kanker hati stadium 4. Awalnya, abu mengeluh sering merasa lelah dan konsul ke Dr. Fauzi di Banda Aceh pada Desember 2012 lalu. Dan Dr. Fauzi mengatakan kalau Abu mengidap Hepatitis B kronis. Hmm...

Akhir Februari 2013 seminggu setelah merayakan acara kelulusan S1 ku, kondisi Abu tiba-tiba memburuk dan harus dirawat di klinik Graha Umi selama sepuluh hari. Di klinik Abu diperiksa oleh Dr. Illum, spesial penyakit dalam. Dan diketahui hasil bahwa Abu ternyata sudah mengidap sirosi hati atau kanker hati tingkat lanjut. Kedua sisi di organ hati abu ada benjolan-benjolan dan bercak-bercak kanker....:(

Senin, 25 Februari 2013

Kata-kata

Tidak ada komentar:
Saat ini aku hanya bisa terdiam dari kata-kata
Karena kata-kata pun seakan-akan sulit mendeskripsikan rasa
Karena rasa itu terlalu rumit, untuk dipahami, untuk didalami

Jika kata-kata mampu melukiskan semua, apa yang harus aku katakan?
Bahwa aku sungguh merasakan jiwa ini sepi?
Bahwa aku yang tidak mampu memahami kemauan hati?
Bahwa aku yang penuh dengan kebimbangan?

Ah, sudahlah
Terkadang kata-kata juga sering kali berbohong
Rumit dan tidak bisa dipahami

Minggu, 24 Februari 2013

Sarjana itu pilihan-pilihan :)

4 komentar:
Ada kelegaan tersendiri ketika saya berhasil mendapatkan gelar sarjana. Ya, tepat tanggal 13 Februari 2013 lalu saya resmi mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi setelah 4 tahun 3 bulan kuliah di Fisip Unsyiah. Lega, sangat lega. Terlebih lagi ketika saya bisa membuat kedua orang tua bangga setelah berhasil menyandang predikat "cum laude" dengan ipk yang alhamdulillah memuaskan :)

Yah, bagi saya predikat itu cukup menjadi sebuah penghargaan untuk jerih payah yang telah saya lakukan selama ini, dan untuk kedua orang tua saya. Namun, kelegaan setelah berhasil menyelesaikan studi tersebut belakangan ini justru menjadi tanggung jawab baru untuk saya. Bukan berarti ketika kuliah di jenjang S1 ini selesai, saya bisa bersantai-santai dan duduk manis menikmati itu semua. Owh, tentu saja tidak. Dengan titel S.I.Kom yang telah melekat manis di belakang nama saya tersebut, saya justru mendapatkan tanggung jawab baru untuk membuktikan agar titel itu sia-sia. Saya tidak ingin menjadi pengangguran...